Minggu, 15 Oktober 2017

SAHABAT

Sahabatku....
pertemuan singkat ini
Kau hiasi dengan kebahagiaan
kau akhiri dengan air mata
Sahabatku...
Saat kau ada kami tertawa namun kamu menangis seorang diri
Saat kamu pergi kami menangis namun kamu tertwa seorang diri
Kau rangkul kami saat kami terpuruk
Kau beri kami nasihat saat kami salah
Saat kau bercnda kepada kami kau selalu membuat kami tersenyum
Kini batu nisanlah yg menjadi penghalang di antara kita
Gapailah doa yg kami kirimkan untukmu
Untuk menemani mu menuju singgasana syurga
Sahabatku...
Atas nama kesedihan, tisu mungkin bisa mengeringkan namun tak bisa menenangkan
Kepergian yang bgtu cepat membuat kami tak mampu berkata, saat dirimu terbaring tak berdya diatas sebuah alas yang biasa kau pakai setiap hari, yang nyaman tapi kini kau memakainya dalam keadaan yg berbeda, keadaan yg membuat kami meneteskan air mata
Sahabatku...
Kami berkmpul di rumah mu namun yg kami temukan adalah sosok manusia yg terbaring tak bernyawa, kami menemukan mu dalam keadaan yg menyedihkan, kami datang untuk melantunkan doa kepadamu, dan kami membawa mu ke tempat yang sepi dimana hanya ada kamu seorang diri, tempat yg gelap dan tak ada seorang pun yang bisa melihatmu
Sahabatku...
Berbahagialah engkau di tempat peristirahatan mu yg terakhir
Tidur yg nyenyak, hilangkan semua rasa lelah mu, kami dsni akan selalu memelukmu dengan doa...

Rabu, 26 April 2017

Menerjemahkan Lagu Daerah dari Pinrang yang Berjudul “Wanua Penrang”



Begitu beragam masyarakat Indonesia, bermacam-macam suku ada di Indonesia, salah satunya ialah suku Bugis. Suku bugis sendiri beragam, ada suku bugis Bone, ada bugis Makassar, ada bugis Sengkang, dan ada bugis Pinrang. Saya sendiri sebagai bagian dari suku bugis, yakni bugis Pinrang. Dari daerah Pinrang sendiri, banyak nyanyian-nyanyian yang sering dinyanyikan oleh masyarakat, salah satunya adalah “Wanua Penrang”. Wanua Penrang adalah lagu daerah dari daerah Pinrang, lagu tersebut menceritakan tentang penghasilan yang di dapatkan di daeran Pinrang.

Memang saya kesulitan dalam menerjemahkan lagu tersebut, sebab kata-kata dari lagu tersebut ada yang saya tidak ketahui, namun saya berusaha agar bisa menerjemahkan artinya, lirik lagu tersebut sebagai berikut :

Wanua Penrang
Wanua penrang wasselena
Koko doang, bale sibawa ase
Iyanaro wassele maegana
Pakkampong ri wanua penrang

Wanua penrang maega polena
Pole ri siage wanua
Atuotuongenna masagena
Mappa siddi watakkale

Uwillawi ri puang marajae
Kuammengngi nawerekki pammase
Reso resona pallaong rumae
Namasagena atuo tuongenna

Pada toha nia’negarata
Pada toha nia’negarata



Daerah Pinrang
Terjemahan1 :
Hasil dari daerah Pinrang
Coklat, udang, ikan dengan padi
Itulah hasil terbanyak
Penduduk daerah Pinrang

Daerah Pinrang banyak suku
Dari berbagai daerah
Kehidupan yang sejahtera
Bersatu bersama

Kuberdoa kepada Allah
Semoga Allah memberi berkah
Kepada para petani
Mencukupi kebutuhannya
Seperti pada negara kita
Seperti pada negara kita

Terjemahan2 :
Bumi Pinrang penghasilannya,
Coklat, udang, ikan dan juga padi
Itulah penghasilan utama
Masyarakat Pinrang

Bumi Pinrang luas tanahnya
Terbagi dalam berbagai macam daerah
Kehidupan masyarakatnya tercukupi
Menjadi satu keluarga

Saya memohon kepada Tuhan
Semoga selalu memberikan berkahnya
Dari hasil kerja masyarakat
Dan kehidupannya tercukupi
Seperti negara kita
Seperti negara kita

Maksudnya :
Daerah Pinrang memiliki banyak suku dari berbagai daerah
Penghasilan disana berupa coklat, udang, ikan, dan padi
Kehidupan disana sejahtera dan selalu bersatu bersama

Lagu di atas mengisahkan tentang penghidupan orang di daerah Pinrang. Lagu tersebut memberi pesan bahwa para petani meminta berkah kepada Allah dan berusaha semampu yang mereka bisa. Lagu tersebut bisa di nyanyikan oleh kalangan mana saja. Kalangan remaja, anak-anak, maupun orang tua. Lagu tersebut di ciptakan oleh  Drs. Melkianus dan T. Tukrin.

Menurut berbagai sumber, Wanua berarti tempat ayau daerah yang tinggali oleh penduduk. Sedangkan kata Pinrang sendiri memiliki berbagai versi. Versi yang pertama menyebut bahwa Pinrang berasal dari bahasa Bugis, yaitu kata “Benrang” yang berarti “air genangan” atau “rawa-rawa”. Mengapa demikian? Itu disebabkan karena pada pembukaan daerah Pinrang masih berupa daerah rendah yang sering tergenang air dan berawa.
Versi yang kedua disebabkan oleh Raja Sawitto yang bernama La Paleteang, bebas dari pengasingan dari kerajaan Gowa berkat To Barani Pole’Kassa. Kedatangan Raja Sawitto beserta istrinya disambut dengan gembira, namun kondisi sang raja mengalami banyak perubahan. Lalu mereka mengatakan “Pinra Kana Ni Tappa Na Datue Pole Ri Gowa” yang artinya wajah raja mengalami perubahan sekembali dari Gowa. Ketika raja beristirahat sejenak sebelum tiba di istana sang raja bertitah kepada pengantarnya untuk menyebut tempat tersebut dengan nama Pinra.

Sumber lain juga mengatakan pemukiman kota Pinrang selalu tergenang air, sehingga masyarakat senantia bepindah-pindah tempat, atau dalam bahasa Bugis di sebut “Pinra-Pinra Onroang”. setelah masyarakat menemukan tempat pemukiman yang biak,maka tempat itu di beri nama “Pinra-Pinra”,lalu menjadi “Pinra”. karena di pengaruhi oleh intonasi dan dialek bahasa Bugis sehingga menjadi “Pinrang”.

Dari pengerian diatas, dapat di ambil kesimpulan bahwa masyarakat Pinrang banyak yang mengasilkan padi, ikan, dan udang karena tempatnya yang berawa-rawa atau tergenang air. Dan buah coklat tumbuh sangat subur di daerah tersebut. Itulah mengapa penghasilan mereka kebanyakan padi, ikan, udang, dan coklat.

Lagu ini juga ada unsur religiusnya, karena di dalam lagu tersebut ada bentuk pemujaan terhadap tuhan, karena memberikan mereka kecukupan dan hidup sejahtera.
Mereka berdoa kepada tuhan agar para petani mendapatkan berkah dari-Nya.

Di daerah Pinrang masyarakatnya hidup bersatu, mereka saling membantu satu sama lain. Mengerjakan pekerjaan mereka secara bersama-sama. Kehidupan mereka menjadi sejahtera karena mereka membangun penghidupan mereka secara bersama, dan penghasilan mereka juga selalu banyak dan terpenuhi.

Senin, 24 April 2017

PENGADILAN PUISI

Taufiq Ismail
Catatan dari Bandung dan Jakarta :
Pengadilan Puisi Indonesia Mutakhir dan Jawaban Terhadap Itu
Pada pertengahan bulan Agustus 1974, melalui Sutardji Calzoum Bachri, Taufiq menerima surat dari ketua Yayasan Arena, Djen Amar S.H. Surat itu berisi undangan untuk dibaca sajak di Bandung dan mengikuti kegiatan sastra. Taufiq meminta waktunya di undurkan keminggu pertama atau kedua bulan September. Tepat 8 September 1974 acara tersebut di lakukan. Acara tersebut adalah “Pengadilan Puisi”, acara tersebut terbuka untuk umum.
Dalam pengadilan puisi tersebut, puisi Indonesia Mutakhir jadi terdakwa, ada jaksa, ada pembela, dan ada orang yang menjadi saksi dalam pengadilan puisi tersebut. Slamet Kirnanto sebagai jaksa. Hakimnya terdiri dari 2 orang. Ketua hakim Sanento Yuliman, dan di dampingi hakim Darmanto Jt. Menurut Taufiq pengadilan puisi ini bisa jadi kocak bahkan bisa saja konyol. Hadirin yang ada di ruang sidang sekitar 200 orang di Aula Universitas Parahyangan.
Inti dakwaan merupakan sejumlah kejengkelan terhadap keadaan kritik puisi. Tidak puas, puisi di xaman itu dikendalikan oleh seseorang. Tidak di bicarakannya Sutardji Calzoum Bachri dan Darmanto Jt yang membawa “gejala perubahan”.
Tuntutan berbunyi sebagai berikut :
1. para kritikus terutama H.B. Jassin dan M.S.Hatagalung harus”di pensiunkan.”
2. Para editor majalah sastra, khususnya Horison di cutibesarkan.
3. Para penyair mapan di larang menulis puisi, dan para epigonnya dikenakan               hukum pembuangan atau di buang ke pulau terpencil.
4. Majalah Horison dan Budaya Jaya harus di cabut surat izin terbitnya dan di               larang untuk di baca.
Tujuan di adakannya “pengadilan puisi”agar puisi menjadi lebih sehat.
Pada tanggal 8 September di Aula UNPAR Bandung ada janji bersama “dengan apresiasi terhadap kejenakaan, ala kadar yang bisa di capai. Hadi mengatakan bahwa Sastra Indonesia buruk, belum sebagus Sastra Jawa Kuno. Sides beranggapan bahwa sesudah Chairil tidak ada lagi yang menulis puisi Indonesia. Vredi Katam merasa gusar karena datang hanya menonton “promosi murahan”, dan dia menganjurkan agar hakim “meminta maaf” pada puisi Indonesia. Rustandi Kartakusuma menyebut pengadilan ini sebagai “permainan kanak-kanak”. Puisi sekarang tidak ada, yang ada hanyalah rangkaian kata. Dami N. Toda mengemukakan gejala epigonisme “universal”
Hakim Darmanto menolak semua tuntutan jaksa. Bunyi keputusan:
1. Para kritikus sastra tetap boleh menulis dengan catatan harus mengikuti kegiatan          kursus penaikan mutu dalam sekolah kritikus sastra.
2. Redaktur Horison boleh memegang jabatan mereka, jika mereka tidak merasa    malu.
3. Penyair mapan di beri peluang untuk berkembang begitu pula para epigonnya,   dengan keharusan segera masuk dalam Panti Asuhan atau Rumah Perawatan Epigon.
4. Surat izin majalah Horison tidak di cabut, akan tetapi nama belakang Horison    harus di embel-embeli kata “baru”.

Fakultas Sastra Universitas Indonesia mengadakan suatu majelis dengan judul “Jawaban Atas Pengadilan Puisi”. acara tersebut di selenggarakan pada 21 September 1974 oleh senat mahasiswa FSUI.
Slamet Kirnanto
Saya Mendakwa Kehidupan Puisi Indonesia Akhir-akhir ini Tidak Sehat, Tidak Jelas, dan Brengsek
Hary Aveling pernah menyatakan :”percobaan Darnanto dan Sutardji Calzoum Bachri memang tidak memuaskan segala lapisan pembaca sastra Indonesia”. subagio Sastrowardoyo mempunyai tema lebih kaya dengan persoalan kehidupan masa kini. Contohnya “Manusia Pertama di Luar Angkasa” yang melukiskan bagaimana manusia lupa akan bagian-bagian kehidupan seperti kemesraan, emosi, kerinduan, dll. Menurut Hatagalung puncak keberhasilan Subagio adalah pada sajak “Dan Kematian Semakin Akrab” dimana kekurangannya dalam kekuatan emosional cukup terpenuhi.
H.B.Jassin menolak keputusan itu. Menurutnya W.S.Rendra adalah penyair terbesar saat ini, karena Rendra berhasil menggambarkan gagasan yang dalam lekuk-liku kejiwaan yang sulit diraba dan pikiran-pikiran yang tinggi dengan kata-kata sederhana dan kehidupan sehari-hari dan imaji-imaji yang kongkret. Menurut H.B.Jassin para pengarang lainnya hanya punya kata-kata dan pelukisan yang abstrak.
Sementara orang-orang menggap bahwa Slamet Kirnanto memuji-muji keberhasilan Sutardji setengah mati. Dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Puisi) seperti terjelma dalam pasal demi pasalnya yang merupakan pencerminan dan aturan permainan sehat :dengan ini kami sangat bertindak selaku Jaksa Penuntut Umum dalam “Peradilan Puisi Kontemporer”. isi dari tuntan tersebut sama dengan isi tuntuan yang pertama, yaitu bahwa para kritikus harus di pensiunkan, para editor majalah sastra harus di cuti besarkan, para penyair mapan tidak boleh lagi menulis, dan para epigonnya akan di hukum buangan, serta Horison dan Budaya Jaya harus di cabut SIT nya.
H.B.Jassin
Bebrapa catatan bertalian dengan Pengadilan Puisi Mutakhir
Kesan H.B.Jassin terhadap Pengadilan Puisi tersebut mengandung kelakar yang sehat. Namun tidak semua orang yang hadir menangkap humor, sehingga orang yang hadirpun timbul ketidakpuasaan mengenai pertemuan itu yang mereka anggap konyol. Maka terjadilah ada orang yang tertawa dan ada orang marah.
H.B.Jassin tidak di undang dalam Pengadilan Puisi Kontemporer, maka dari itu H.B.Jassin mendasarkan pendapat dan pertanggung jawaban serta “pembebasan”nya pada laporan surat kabar Kompas dan Pikiran Rakyat tanggal 11 September 1974 yang dia beli di pinggir jalan ditambah dengan programa yang di sampaikan oleh pengunjung pada acara itu.
Bunyi rumusan dakwaan sebagaimana yang dapar di tanggap dari laporan wartawan Kompas, ialah :
Situasi perkembangan sastra, khususnya puisi di Indonesia tidak menentu. Ssudah tidak sehat sama sekali. Gejala-gejala kebarat-baratan yang berasal dari sastrawan intelektualitas Sutan Takdir Alisjahbanamasih terus berjalan, sehingga sastra Indonesia tidak menemukan kekuatannya pada kepribadiannya sendiri, melainkan hanya epigonisme dari barat saja.
Biang keladi dari keadaan yang tidak sehat ini adalah Goenawan Mohamad, yang meneruskan epigonisme dari Barat. Disempurnakan oleh sapardi djoko damono dan Abdul Hadi W.M. majalah Horison dan Budaya Jaya di anggap berdosa dan juru bicara epigonisme dianggap berbahaya. Maka dari itu surat izin terbitnya harus di hapus. Sapardi djoko damono yang seharusnya jadi terdakwa malah jadi pembela, dan Abdul Hadi W.M yang seharusnya jadi terdakwa malah jadi saksi.
Abdul Hadi W.M. dituduh epigon. Sedangkan dulu ia mencela epigonisme dalam kesusastraan. Menurut H.B.Jassin tidak ada gunanya mengejek Sutardji Calzoum Bachri. Sajak-sjak Sutardji Calzoum Bachri menarik hati. Sajak-sajaknya ada yang terdiri dari tanda baca, huruf-huruf, dan suku kata yang berdiri sendiri, namun isinya sukar di raba jika tidak dihayati seperti penyair menghayatinya. Menurut Dami N.Toda sajak-sajak Sutardji adalah “gejala anti-bahasa” atau anti-kata. Oleh karena itu sajaknya di sebut anti-sajak.
Putu Arya Tirtawirya bertitik tolak dari Sutardji, ia berseru mengajak para penyair dengan kata-katanya : “Marilah kita kembali ke bumi kesusastraan yang nyata lewat kesederhanaannya yang murni dan mesra. Yaitu sajak yang di bangun dengan kata-kata, dimana ia berfungsi sebagai alat komunikasi antar-manusia. Tidak kepada para jin. Mambang dan peri, tapi pada manusia, manusia, MANUSIA.
Suharinto menambahkan pula : “puisi bukanlah sarana untuk mnyembuhkan orang sakit ayan atau berak-berak. Begitu pula  puisi bukanlah alat untuk mendatangkan hujan atau menjinakkan buaya. Ia hanyalah medium memperkenalkan manusia kepada kehidupan agar mereka lebih mesra dan nyaman menghayati hidup dan kehidupan ini.
Kredo puisi Sutadji Calzoum Bachri menurut kata-katanya sendiri adalah bahwa :”kata bukanlah alat untuk mengantarkan pengertian. Dia bukanlah pipa yang menyalurkan air. Kata adalah pengertian itu sendiri.
Pada tahun 1950-an UI mulai menghasilkan penyelidik-penyelidik yang tertarik dan disiplin ilmiah. Lalu lahirlah dalam dunia kritik sastra yang di sebut kritik sastra akademis. Kritik sastra akademis berjalan berdampingan dengan kritik sastra impresinistis dan kritik sastra sektaristik yang mulai tumbuh pada tahun 1950-an. Tahun 1960-an muncul lagi aliran kritik sastra yang tumbuh dikalangan pengarang dan seniman. Aliran kritik sastra ini disebut Ganzheits-approach.
Catatlah hari ini tanggal 21 September 1974, suatu pertanyaan untuk masa depan :” Sepuluh tahun lagi, siapakah yang masih bersuara di antara orang yang berkoak-koak sekarang ini dan apakah prestasi yang telah mereka berikan kepada kesusatraan Indonesia ?”
M.S.Hatagalung
Puisi Kita Dewasa Ini Jawaban Saya Terhadap Slamet Kirnanto
Menurut M.S.Hatagalung “pengadilan puisi” yang diadakan di Bandung tidak menurutnya tidak ada artinya. M.S.Hatagalung merasa ge,bira karena dapat kesempatan untuk menjelaskan pendiriannya. M.S.Hatagalung mengemukakan tulisan Slamet Kirnanto di Sinar Harapan mengenai sajak Sutardji Calzoum Bachri yang menimbulkan bau apak dalam kehidupan sastra umumnya, khususnya kritik sastra.
Dan pendapat yang bau apak itu juga dikemukakan dalam dakwaaannya di Bandung dengan judul yang spektakuler itu “Saya Mendakwa Kehidupan Puisi Indonesia Akhir-Akhir Ini Tidak Sehat, Tidak Jelas, dan Brengsek”.
M.S.Hatagalung sendiri tidak suka memilih penyair terkemuka. Saat di wawancarai oleh Fauzi Abdullah mengenai pengarang Rendra yang disebut sebagai penyair Indonesia terkemuka, M.S.Hatagalung tidak setuju. Karena dia menganggap Rendra pada waktu itu, seorang penyair penting, tapi memiliki banyak kelemahan.
M.S.Hatagalung mengatakan bahwa Slamet Kirnanto mengada-ada, ceramah M.S.Hatagalung pada tahun 1973, dia tidak mengatakan bahwa Subagiono adalah penyair tekemuka. M.S.Hatagalung tidak merasa apa-apa jika H.B.Jassin berpendapat bawha Rendra penyair utama, begipula dengan Kirnanto yang memuja-muja Sutardji.
Menurut M.S.Hatagalung, pandangan-pandangan Slamet Kirnanto adalah pandangan yang tidak sehat, sebuah pertanyaan atau statement tidak ada harganya tanpa disertai bukti dan argumentasi, perkembangan puisi kita saat ini brengsek dan ini adalah akibat para kritikus sebenarnya tidaklah benar, untuk menilai seseorang lebih baik langsung meneliti karyanya sebagaiman adanya tanpa mengharapkan diteliti sebagai ini dan itu.
Goenawan Mohamad
Komentar Berhubung dengan Pengadilan Puisi Indonesia Mutakhir
1. Tentang Forum Itu
Menurut Goenawan Mohamad dengan diadakan pengadilan puisi ini di anggap tidak membosankan dibandingkan dengan cara yang lama yang di anggap membosankan dan kurang daya tarik.
2. Tentang “Tuntutan”Slamet Kirnanto
Menurut Goenawan Mohamad, soal yang diadakan di pengadilan puisi di Bandung hanyalah ulangan dari gerutu lama. Menghantam H.B.Jassin, mengancam Horison, menabok epigonisme terhadap Barat atau lainnya, semua itu sudah merupakan klise.”Tuntutan Slamet Kirnanto tersebar kemana-mana. Mutunya sebgai pengusut perkembangan puisi, kira-kira sama dengan mutunya sebagai petinju.
3. tentang “Hakim” dan Isi Pembicara
Menurut Goenawan Mohamad hakim adalah burung hantu, bukan burung merak. Kesan Goenawan Mohamad terhadap “pengadilan”itu bahwa para penyair sibuk terus menerus dengan diri mereka sendiri. Seolah-olah keadaan mereka lah yang paling gawat.
4. tentang Penyair yang Sudah “Estabilished”
Setiap seniman punya nasib, malah kehendak, untuk jadi “Estabilished”. Dalam setiap penciptaan seorang penyair senimannya ingin melahirkan sesuatu yang sama sekali belum pernah di lahirkannya. Lihatlah Sutardji Calzoum Bachri apabila ia selalu menulis dengan gaya yang seperti it, maka akan membosankan, sebagaimana ia sudah mulai membosankan dalam hal caranya membaca puisi sambil mempertontonkan kegemarannya minum bir. Tapi kita tidak harus menyalahkan Sutardji Calzoum Bachri.
5. Tentang Kehidupan Puisi
Apabila sudah tidak ada lagi yang menulis puisi, tidak usah panik, baca saja puisi yang dulu yang kita gemari. Tokoh kita adalah puisi bukan penyair. Yang kita butuhkan adalah puisi yang berharga. Tidak ada salahnya puisi hidup tanpa kita.


Sapardi Djoko Damono
Catatan Atas Pengadilan Puisi Dan Tuntutan Slamet Kirnanto
Sapardi Djoko Damono tidak dapat hadir pada acara “pengadilan Puisi” yang di selenggarakan di Bandung pada tanggal 8 September 1974 di karenakan kesehatannya menurun. Pada tahun 1970 Sapardi menyodorkan acara tersebut di adakan di Semarang, tetapi karena bebrapa alasan acara tersebut tidak terlaksana pada saat itu.
Taufiq ismail berkata kepada Sapardi, seandainya saja Sapardi dapat hadir ia akan diminta unruk duduk mendampingi Taufiq sebgai pembela. Puisi kita saat ini berneka ragam dan sehat. Barangkali puisi akan mampu membela dirinya sendirin, sebab puisi adalah bentuk sastra yang palling sulit dilarang, ditekan tau dihambat perkembangannya.
Yang menjadi penyabab pertengakaran tersebut adalah karena puisi kita yang dewasa ini sudah beraneka ragam. Sapardi menganggap “Pengadilan Puisi” di Bandung itu suatu cara bertengkar yang unik, meskipun bisa juga dianggap sebagai puncak perkembangan “sastra mulut”.
Penyelenggara pertemuan di FSUI ini, mengantarkan naskah tuntutan Slamet Kirnanto, dan setelah di baca ternyta tidak kocak. Sapardi menilai naskah tuntutan Slamet Kirnanto itu sebgai sungguh-sungguh, artinya : penulisannya tidak berkehendak membadut. Keseluruhan naskah tuntutan itu memberi kesan bahwa penulisnya ingin membuktikan bahwa ia adalah orang pertama yang mencapai maksud adanya hal-hal baru dalam sastra Indonesia. Untuk mencapai maksud itu, ia rupanya menggap perlu untuk mencaci-maki ddua buah majalah.
Kesimpulan dari Sapardi Djoko Damono mengenai tuntutan Slamet Kirnanto itu di tulis dengan bahasa yang buruk, tidak berisi hal-hal baru, dan tidak kocak. Tapi kita tetap harus mengahargai Slamet Kirnanto karena “keberaniannya” tampil di Bandung tempo hari, namun Slamet adalah tokoh yang terlalu “serius”untuk pertemuan seperti itu. Suasana mungkin akan lebih kocak apabila Darmanto Jt yang bertindak sebgai “penuntut umum”. dan kita juga harus menghargai lecerdikan akal Darmanto Jt yang telah menghasilkan sebuah pertemuan yang unik, yang menjadi pertemuan di FSUI kali ini.
Darmanto Jt
Tentang Pengadilan Puisi
Lebih banyak kritikus yang bertindak sebagai pejabat-pejabat pengadilan : merumuskan tuduhan, mendengarkan saksi-saksi, mendengarkan pembelaan, kemudian memutuskan hukuman. Jadi, apa salahnya kita meminta pengadilan puisi. Pertama-tama tentu saja untuk mensahkan hak hidup puisi Indonesia. Ini sangat penting, sebab dengan demikian penyair-penyair tidak lagi dikejar-kejar perntanyaan tuntutan : relevankah kehadiran puisi di Indonesia ? pengadilan puisi ini juga menjatuhkan hukuman terhadap penyair-penyair yang mengacau.
Perlu di adakannya Dewan Pertimbangan Kenaikan Pangkat Penyair. Dewan ini mempertimbangkan perlu ada kepangkatan di kalangan penyair, serta syarat-syarat apa yang harus di penuhi para penyair. Hendaknya Dewan Pertimbangan ini mencantumkan juga predikat promosi, misalnya “Cemerlang”, “Biasa”, “atau “Kurang”.